Friday 11 June 2010

Ank VIII SMU Plus PMS P.Raya



Photo ini mengingakan aku pada masa-masa SMU dulu.
Aku merupakan salah satu bagian dari orang-orang yang ada di photo ini.
Tinggal disebuah asarama yang kata orang namanya Asrama SMU Plus PMS P.Raya,yang memiliki banyak aturan-aturan dalam menjalani kehidupan didalamnya. Aturan-aturan inilah yang kadang membuat kita malas menjalani kegiatan-kegiatan yang ada di situ,pokoknya dari bangun pagi sampe tidur lagi semua kegiatan digerogoti oleh aturan2 yang diterapkan disitu.Tapi kebanyakan dari aturan2 inilah berdampak baik bagi karakter kami.

Banyak kenangan-kenangan yang kulalui sama orang-orang yang ada di photo diatas,soalnya kurang lebih selama 3 tahun kami tinggal dalam ruang dan waktu yang hampir sama. Datang keasrama dari berbagai penjuru daerah yang ada di kab.Simalungun dengan watak dan karakter yang aneh-aneh, karakter yang aneh-aneh inilah yang banyak membuat kenangan-kenangan yang susah dilupakan. Masuk ke asrama kira-kira tahun 2002-an ditetapkan sebagai Ank VIII SMU Plus PMS P.Raya, dan diawali dengan ospek-ospek yang disertai oleh unsur-unsur balas dendam yang agak-agak kemiliteran dan disertai teriakan-teriakan dasyat dan bentakan-bentakan maut.Katanya sih itu semua awal untuk melatih kekompakan ank kami. Intinya ospek ini biar tahan aja ntar menjalani kehidupan di asarama ini.

Kelas satu adalah masa-masa penindasan dan banyak mengalami perselisihan-perselisihan dengan teman-teman satu ankatan karena karakter-karakter yang aneh-aneh tadi. Pada masa ini cowok-cowoknya kebanyakan bekerja sebagai suruh-suruhan kakak kelas untuk beli-beli indomie, ngambil air, gantiin tugas ruang makan dll, biasalah masih junior yang harus hormat dan taat pada kakak kelas soalnya diasrama ini berlaku
berlaku semboyan klo ga salah namanya dwisatya yang isinya :
1.kakak kelas ga pernah salah (apalagi ini??peraturan apaan ni??)
2.kalau bersalah ingat janji yang pertama.(makin ga jelas)
Ini dia yang membuat junior-junior harus patuh pada seniornya, tapi mau gimana lagi jalani ajalah. Selain itu pada masa ini juga paling sering terjadi perkelahian yang ga sepantasnya, gara-gara hal-hal sepele saja yang ga perlu di permasalahkan, maklumlah masih muda, emosinya belum stabil. Intinya pada masa kelas satu ini adalah masa-masa adaptasi dengan kehidupan asarama yang tidak seperti yang kita bayangkan
sebelum masuk kedalamnya.

kelas dua adalah masa-masa yang paling asik, bebas(free), masa-masa perubahan.
Kalau pada masa ini sih tinggal diasarama itu sudah tanpa beban, dah bisa nyantai-nyantai. Kebanyakan kawan-kawan awak dulu ngelirik-lirik adek kelas yang cantik-cantik,walaupun pada dasarnya dilarang pacaran diasrama (ntah larangan apapun itu, biasalah masa-masa pancaroba kata ibu Sinaga(salah satu pengasuh asrama). Intinya pada masa inilah yang paling menikmanti kehidupan asrama.

Kelas tiga adalah masa-masa penuh dengan tekanan-tekanan dan jaga-jaga image didepan junior,soalnya udah mau tamat harus meninggalkan image yang baik. Fokus utamanya disini untuk mempersiapkan menghadapi UN dan SPMB,klo diruang makan sering dibilang agar lulus 100% UN dan SPMB'05, ini dia pressureyang sesungguhnya. Klo ditanya disinilah masa yang paling ga menyenangkan karena penuh beban dan tanggungjawab.

Masih banyak lagi kenangan-kenangan yang kami alami yang ga bisa dituliskan, dan hanya bisa diingat-ingat, dibayangkan apalagi pas lagi ngumpul-ngumpul sebagai bahan tertawaan. Menurutku tinggal diasrama bersama ank VIII SMU Plus PMS P.Raya sangat menyenangkanlah pokoknya, banyak hal-hal bermakna yang dilalui bersama.Sekarang kami sudah terpisah stau sama lain sesuai jalan hidupnya masing-masing, ada yang udah kerja, ada yang masih nganggur, ada yang udah married, ada yang masih kuliah kayak awak ni, ada juga yang ga diketahui keberadaannya. Sekarang kami hanya terhubung oleh HP dan jejaringan sosial seperti facebook untuk saling berkomunikasi, selain itu bisa jaga sih pake yahoo massanger chating-chatingan.

"Miss U ALL Ank VIII SMU Plus PMS Raya",
atap domma ija pe nassiam sonari, sukses terus dalam berkarir.
Beruntung kita pernah bersama.

Wednesday 16 December 2009

Asal mula peringatan Hari Natal


Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal.



Tanggal

Sudah bisa dipastikan tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya dipadang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi.

Dalam tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama.

Pendapat lain mengatakan bahwa hari Natal ditetapkan jatuh pada tanggal 25 Desember pada abad ke 4 oleh kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I. Tanggal 25 Desember tersebut dipilih sebagai Natal karena bertepatan dengan kelahiran Dewa Matahari (Natalis Solis Invicti atau Sol Invictus atau Saturnalia) yang disembah oleh bangsa Romawi. Perayaan Saturnalia sendiri dilakukan oleh orang Romawi kuno untuk memohon agar Matahari kembali kepada terangnya yang hangat(Posisi bumi pada bulan Desember menjauh dari matahari, seolah-olah mataharilah yang menjauh dari bumi).

Oleh karena itu, ada dua aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal, yaitu aliran Advent dan Saksi-Saksi Yehuwa. Berkenaan Saksi-Saksi Yehuwa, mereka mulai tidak merayakan Natal sejak tahun 1926 ketika mereka mengetahui bahwa Natal mempunyai asal-usul Kafir, menurut buku Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah, 1993, halaman 198-200.

meskipun kapan hari natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen mainstream sepakat untuk menetapkan hari natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam kalender gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti paskah dan jumat agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, dimana yang terpenting bukanlah ketepatan tanggalnya namun essensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.

Tahun

Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama Dionysius Exignus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini (Tahun Tuhan).

Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1 SM? Ia mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada tahun 754 kalender Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.

Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius (Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.

Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan Yahudi yang bernama Flavius Josephus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 sebelum Masehi sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak empat tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisa tahun tersebut berdasaran adanya gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada tanggal 13 Maret tahun 4 sebelum Masehi, tetapi para ilmuwan sekarang telah membuktikan bahwa gerhana bulan tersebut terjadi bukan pada tanggal tersebut diatas melainkan pada tanggal 9 Januari tahun 1 SM.
Dikutip dari http://id.wikipedia.org

Tuesday 6 October 2009

Asal-usul suku Simalungun

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang:

1. Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Deutero Simalungun), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.

Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.

dikutip dari wikipedia.org

Saturday 31 January 2009

Asal-Usul Marga di Simalungun

Sejarah asal-usul dari marga-marga yang ada di dalam suku Simalungun sangatlah minim, namun beberapa sumber tertulis menyatakan bahwa ada 4 marga asli dalam Suku Simalungun yang biasa diberi akronim SISADAPUR(Sinaga, saragih, Damanik, Purba). Beberapa sumber juga menyatakan bahwa 4 marga tersebut berasal dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (dalam bahasa simalungun yaitu: marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).

Keempat raja itu adalah:

1.Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:

* Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)
* Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)
* Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)

Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2.Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

Keturunannya adalah:

* Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya.
* Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.

Saragih Garingging kemudian pecah menjadi 2, yaitu:

*
o Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei
o Dajawak, merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.

Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.

3.Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.

Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

4.Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.

Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.

Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon).Tideman, 1922

Beberapa Sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari India, salah satunya adalah menrurut Tuan Gindo Sinaga keturunan dari Tuan Djorlang Hatara.

Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah Nagaland (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya.

dikutip dari wikipedia.org